SERI PENDALAMAN ALKITAB YAKOBUS (4) – Pentingnya Pencobaan


Sumber:
http://www.cahayapengharapan.org/khotbah/pa_surat_yakobus/texts/pentingnya_pencobaan.htm

SERI PENDALAMAN ALKITAB YAKOBUS (4) – Pentingnya Pencobaan
Yakobus 1 : 9 – 12

oleh Pendeta Jeremiah

Rangkuman Yakobus 1:5-8

Di Yak 1:5-8 kita mempelajari bagaimana Rasul Yakobus mendorong orang-orang percaya untuk meminta hikmat kepada Allah. Dan kita juga sudah melihat bahwa di dalam Alkitab, hikmat itu mengacu pada jenis kualitas kehidupan yang surgawi. Yakobus mendorong kita untuk meminta kualitas-kualitas kehidupan rohani ini dari Allah.

Di ayat 6, rasul Yakobus memberitahu kita bahwa kita hanya bisa menerima hikmat dari Allah jika kita meminta dengan iman. Iman sangatlah penting. Ini adalah landasan bagi hubungan kita dengan Allah. Jika kita tidak percaya kepada seseorang, tentu saja kita tidak mau berhubungan dengannya. Sama juga, jika kita meragukan kesetiaan dan kebaikan Allah, maka kita tidak akan mau meminta kepada-Nya. Dan mereka yang tidak meminta kepada Allah tidak akan menerima apa-apa.

Di dalam ayat 8, Yakobus menunjukkan persoalan yang lazimnya menimpa orang yang hatinya mendua. Kita sering meragukan kesetiaan dan realita Allah, dan kita berpikir bahwa Dia hanya bermurah hati kepada orang lain tetapi tidak kepada kita. Jenis hati yang mendua seperti ini telah membuat kita tidak mampu mempercayai Allah sepenuhnya, dan untuk mengikut Dia dengan segenap hati. Kita juga telah melihat bahwa Allah membantu kita bertumbuh melalui ujian iman kita. Jika kita ingin menerima hikmat dan kualitas kehidupan rohani dari Allah, maka kita juga harus siap menerima sarana-sarana yang dipakai Allah untuk membantu kita bertumbuh. Itu sebabnya mengapa iman sangat penting. Di dalam proses pengujian ini, Anda mungkin tidak mengerti atau melihat apa kehendak Allah di balik ujian iman ini. Akan tetapi setelah melewati ujian iman itu, kita pasti mengerti maksud baik Allah di dalam hidup kita dan kehidupan rohani kita akan melangkah menuju kesempurnaan.

Hari ini, kita akan melanjutkan pada Yak 1:9-12. Sebelum ini, saya telah membahas bersama Anda beberapa prinsip dasar di dalam mempelajari Alkitab dan melakukan eksege. Salah satu hal yang paling mendasar dan yang paling penting adalah memahami konteksnya. Kita bisa dengan mudah melakukan eksegese terhadap [bacaan di dalam] Alkitab keluar dari konteksnya jika kita mengabaikan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Membaca atau menguraikan Alkitab dengan cara ini pastilah akan menimbulkan kekeliruan yang parah.

Setelah membaca Yak 1:9-12, apakah Anda merasa heran mengapa Yakobus tiba-tiba berbicara tentang kedudukan yang rendah dan yang ditinggikan di dalam ayat 9-11? Apa kaitan ayat-ayat ini dengan konteksnya? Mengapa rasul Yakobus menyebutkan tentang orang-orang kaya di dalam ayat 10-11?

Anda akan melihat bahwa beberapa Alkitab menempatkan ayat 2-8 di dalam satu paragraf dengan judul ‘Iman dan hikmat’, sementara ayat 9-11 dikelompokkan dalam paragraf lainnya dengan judul ‘Orang miskin dan orang kaya’. Apakah kedua paragraf itu saling berkaitan? Saya kira Anda tahu bahwa pengelompokan dalam bentuk paragraf dengan judul-judulnya tidak ada di dalam naskah sumber Alkitab. Berbagai paragraf dan judul-judul itu baru ditambahkan belakangan hari. Alkitab Terjemahan Baru mengelompokkan ayat 12-18 dalam satu paragraf lagi, dengan judul ‘Pengujian dan Pencobaan’. Menurut Anda, apakah penglompokan paragrafnya sudah benar? Apakah masing-masing paragraf itu saling berkaitan? Atau, apakah itu berarti memang ada tiga bagian dengan topik masing-masing?

Mungkin Anda tidak terlalu akrab dengan cara saya membahas Alkitab. Mengapa saya terus saja mengajukan pertanyaan tanpa langsung masuk ke jawabannya? Sebenarnya, saya berharap bisa membantu Anda belajar berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ini. Pada saat yang sama, kita juga perlu menghindari kekeliruan cara belajar yang seperti orang buta meraba-raba permukaan patung. Sering kali, kita terlalu memusatkan perhatian pada satu atau dua ayat sampai kita tidak dapat melihat keseluruhan perikop atau pasal yang bersangkutan dengan jelas. Jika kita bisa mengambil jarak, [seperti mengambil jarak dari beberapa pohon] lalu memperluas pandangan kita untuk bisa melihat keseluruhan hutannya, maka kita berpeluang untuk bisa melihat gambaran keseluruhannya. Setelah menangkap seluruh gambarannya, maka perincian lainnya akan muncul dengan sendirinya. Sebaliknya, kita akan sering salah tafsir tentang makna isi Alkitab jika kita terlalu berfokus pada satu atau dua ayat, tanpa menangkap gambaran umumnya. Oleh karena itu, di dalam proses menguraikan surat Yakobus ini, saya akan mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan, untuk membantu Anda berpikir dan untuk membantu Anda menangkap gambarannya secara umum.

Yakobus 1.9-11

Mari kita beralih ke Yak 1:9-11. Sebenarnya, cara terjemahan versi Terjemahan Baru (LAI) sangat menyesatkan pembaca. Memberi kesan yang salah pada pembaca karena ayat 9-11 itu terpisah dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Padahal, ayat 9-10 justru mengikuti alur pemikiran yang sama dengan konteksnya. Bagaimana membuktikannya? Mari kita baca kembali ayat 12. Di sini, rasul Yakobus berbicara tentang hal ‘bertahan dalam pencobaan’ dan juga ‘tahan uji’. Kata ‘pencobaan [temptation]’ di ayat 12, di dalam bahasa Yunaninya memakai kata yang sama dengan kata ‘pencobaan [trials]’ di ayat 2. Dan kata ‘ujian [test]’ di ayat 12 memakai kata yang sama dengan ‘ujian [testing]’ di ayat 3. Sekalipun kata ‘ujian [testing]’ dan kata ‘pencobaan [temptation]’ adalah kata yang berbeda, mereka memiliki makna yang sama di dalam pandangan rasul Yakobus – tidak ada perbedaan di antara keduanya bagi Yakobus. Kita bisa mencocokkan poin ini ke ayat 2-3. Kedua kata itu digunakan dalam pengertian yang sama. (Saya akan menjelaskan poin ini dengan lebih rinci lagi di dalam pembahasan surat Yakobus yang selanjutnya.)

Saya harap melalui analisis ini, Anda bisa melihat bahwa di dalam ayat 12 rasul Yakobus masih berbicara tentang hal yang sama, yaitu bertahan dalam pencobaan dan hal tahan uji. Dia masih membahas topik tentang ujian iman; alur pemikirannya masih belum beralih dari ayat 2. Di dalam ayat 2, Yakobus ingin agar kita bersukacita di dalam berbagai pencobaan. Mengapa kita harus bersukacita di dalam berbagai pencobaan itu? Jawabannya ada di ayat 12. Ujian iman bukan saja membantu kita bertumbuh, ia bahkan membantu mempersiapkan agar kita layak menerima mahkota kehidupan di hari nanti. Di sinilah letak makna penting dari ujian iman.

Mari kita beralih ke Wah 2:10. Harap diperhatikan apa yang diucapkan oleh Yesus kepada jemaat: tujuan utama dari ujian iman adalah untuk mempersiapkan kita agar menjadi layak menerima mahkota kehidupan. Pada titik ini, yang bisa saya lihat adalah bahwa ucapan tersebut sama persis dengan yang dimaksudkan oleh rasul Yakobus: Ya! Kita harus bersukacita di dalam berbagai pencobaan itu – bukan karena pencobaan itu sangat nikmat, melainkan karena begitu mulianya jalan pikiran Allah bagi kita. Kita harus bersukacita bahkan di tengah kesukaran sekalipun karena kita tahu bahwa rencana Allah bagi kita selalu demi kebaikan kita.

Bagi rasul Yakobus, menjalani ujian iman adalah hal yang sangat penting, untuk membuktikan ketahanan dan kemenangan terbesar kita di dalam menghadapi ujian itu. Pada dasarnya, mahkota kehidupan itu melambangkan tuntasnya keselamatan kita atau penerimaan kita oleh Tuhan.

Ada dua macam akhir di dalam Wahyu 2:10-11: apakah kita akan tetap setia sampai mati kepada Allah sehingga kita layak menerima mahkota kehidupan; atau kita tidak setia kepada Tuhan di dalam ujian itu sehingga kita harus menghadapi kematian yang kedua. Rasul Yakobus memakai gambaran yang sama untuk mengingatkan kita akan hal ini: Kita harus bertahan dengan iman menghadapi pencobaan supaya kita layak menerima mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan oleh Tuhan kepada kita. Jika kita dikalahkan oleh pencobaan, kita akan berakhir di dalam kematian sebagaimana yang dinyatakan secara gamblang oleh rasul Yakobus di dalam Yak 1:13-15.

Sekali lagi, saya ingin menekankan pentingnya pertumbuhan di dalam kehidupan rohani. Banyak penginjil sekarang ini yang hanya peduli pada jumlah orang percaya di dalam gereja namun tidak peduli pada pertumbuhan rohani mereka. Mereka juga meremehkan makna penting ujian iman ini. Entah orang-orang percaya itu akan berhasil atau gagal di dalam ujian itu, tidak menjadi masalah penting bagi mereka. Bagi pada penginjil ini, hal ‘menerima mahkota kehidupan’ hanya masalah hadiah, dan bukan masalah keselamatan. Pemahaman seperti ini telah mengakibatkan banyak orang Kristen tersesat sehingga mereka sering tidak siap ketika berhadapan dengan pencobaan. Dan sekalipun mereka gagal di dalam ujian itu, mereka sama sekali tidak merasa khawatir akan hal itu.

Penekanan atau pemahaman seperti itu bisa kita bayangkan seperti seorang profesor yang berkata kepada para mahasiswanya, “Ujian akhir tidaklah penting. Mereka yang berhasil akan mendapat ijazah. Mereka yang gagal juga tidak perlu khawatir karena kalian juga akan lulus. Hanya saja, kalian tidak menerima ijazah. Ijazah itu hanya sekadar hadiah. Tidak ada manfaatnya.” Saya yakin bahwa tidak seorang pun yang akan mempercayai omong kosong semacam ini. Lalu mengapa kita justru percaya jika dikatakan bahwa ujian iman [atau ujian di universitas] itu tidak penting, dan mahkota kehidupan [ijazah] itu juga tidak penting?

Rasul Yakobus memberitahu kita di dalam ayat 12 bahwa mahkota kehidupan itu diberikan kepada mereka yang mengasihi Tuhan. Ini bukan sekadar masalah hadiah, ini perkara apakah Tuhan menilai kita layak atau tidak untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya – kecuali jika kita memang benar-benar ingin menyelewengkan makna Alkitab untuk mengikuti selera kita dan berkata, “Mereka yang tidak mengasihi Allah tidak akan menerima mahkota, namun tetap akan masuk ke dalam kerajaan surga.” Paulus berkata kepada jemaat di dalam 1 Kor 16:22, “Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia.” Oleh karena itu, saudara-saudari, mari kita terus bertumbuh dengan teguh berpegang kepada Tuhan di dalam iman. Kita harus bergantung pada kasih karunia Tuhan untuk bisa bertahan di tengah pelbagai pencobaan.

Mari kita beralih ke Yak 1:9-11 untuk melanjutkan penelaahan tentang hubungan antara ayat-ayat ini dengan konteksnya. Karena kita sudah memastikan [fakta] bahwa rasul Yakobus sedang membahas tentang ujian iman di sepanjang bagian ini, maka jelaslah, ayat 9-11 itu berkaitan langsung dengan hal ujian iman.

Rasul Yakobus berbicara tentang dua macam orang di dalam ayat 9-11: yaitu tentang orang yang rendah dan orang yang kaya. Dia memberitahu kita bahwa dalam keadaan rendah atau kaya, semua orang percaya harus menghadapi ujian iman.

Di sini dikatakan bahwa yang rendah ditinggikan – apa artinya ini? Apakah itu berarti bahwa dia lantas menjadi kaya? Tentu saja tidak. Di dalam Yak 4:10, dia sekali lagi berbicara tentang hal ditinggikan. Sebenarnya, yang dikatakan di sini adalah ujian iman agar merendahkan diri dengan sukarela di hadapan Tuhan. Tentunya, proses kita dibentuk untuk menjadi rendah itu bukanlah pengalaman yang menyenangkan – entah dalam bentuk kemiskinan materi, atau dalam hal kedudukan yang rendah. Itu semua bukanlah pengalaman yang kita sukai, tetapi Allah memakai cara-cara itu untuk membantu kita belajar sepenuhnya bergantung kepada Dia. Tuhan akan membuat mereka yang rela merendahkan diri untuk ditinggikan. Rasul Yakobus memandang semua itu, sekali lagi, dengan mata iman. Dengan demikian, seseorang seharusnya bersukacita di saat dia menghadapi ujian dalam rangka merendahkan diri ini karena Allah sebenarnya sedang memakai cara-cara ini untuk meninggikannya.

Kata-kata rasul Yakobus ini secara langsung ditujukan kepada orang-orang kaya karena, sering kali, sangat sulit bagi mereka untuk bertahan menghadapi ujian iman. Sering kekayaan mereka itulah yang menjadi andalan atau yang menjadi ilah mereka. Dan setiap kali mereka menghadapi ujian iman, mereka akan mendua hati terhadap Allah karena tersedianya andalan lain bagi mereka. Sangatlah mudah bagi mereka yang kaya untuk ingin mengasihi Allah sekaligus mengasihi uang, sedemikian hingga mereka tidak bisa bergantung sepenuh hati kepada Allah dan gagal di dalam menghadapi ujian iman. Kata-kata rasul Yakobus ini ditujukan terutama kepada orang kaya karena mereka juga harus menghadapi ujian iman. Yakobus menggambarkan ujian ini dengan kata-kata ‘direndahkan’.

Yakobus memandang perkara ini dengan mata iman. Oleh karena ini, dia menyuruh mereka untuk bersukacita. Mungkin mereka akan kehilangan harta benda, atau mereka akan direndahkan kedudukannya di dalam ujian iman ini, akan tetapi Yakobus menyuruh mereka untuk bersukacita karena harta benda yang mereka miliki itu hanya bersifat sementara. Hanya mereka yang bertahan di dalam ujian iman ini dan bergantung sepenuhnya kepada Allah yang bisa memiliki harapan kekal.

Anda akan melihat satu fenomena yang menarik di tengah jemaat. Di permukaannya, orang-orang kaya terlihat seperti memiliki segalanya, akan tetapi secara rohani mereka itu miskin. Sering kali, kehidupan rohani mereka macet karena hati mereka yang mendua terhadap Allah. Sebaliknya, orang-orang Krsiten yang menjalani banyak ujian iman mungkin sangat miskin secara materi, akan tetapi hidup mereka penuh dengan pesona karena mereka memancarkan keharuman Kristus.

Saya yakin bahwa sebagian besar yang mendengarkan ini bukanlah orang kaya. Kita ini orang-orang yang rendah. Kita tidak punya banyak uang, dan kita tidak punya kedudukan tinggi. Namun apakah itu berarti kita lebih baik dari pada orang kaya? Belum tentu. Bergantung pada apakah Anda menerapkan ayat 9 ini di dalam hidup Anda. Banyak orang Kristen yang tidak mau berada di posisi yang rendah. Kita selalu merasa ada yang kurang jika dibandingkan dengan orang lain di dalam banyak hal. Kita semua berusaha sekuat tenaga, berjuang mengejar penghidupan, tempat, kekayaan dan kedudukan yang lebih baik. Kita semua mencoba untuk menjadi sejajar dengan orang-orang kaya. Saat ujian iman datang, kita langsung terlihat tidak suka, kita akan menggerutu kepada Allah dan merasa bahwa Dia sangat tidak adil. Mengapa orang lain selalu mendapat perlakuan yang lebih baik? Kita sama-sama percaya kepada Yesus akan tetapi mengapa segala yang ada padanya lebih baik daripada saya? Bagaimana kita bisa memiliki iman untuk bersandar kepada Allah dalam mengatasi ujian ini jika kita selalu saja memandang persoalan dengan cara ini? Jika Anda masih berpikir seperti ini, maka Anda tidak akan mampu bertahan menghadapi setiap ujian. Tak perlu diragukan lagi, Anda pasti tidak akan bersukacita.

Apakah kita punya mata iman untuk melihat bahwa lewat ujian-ujian ini Allah sedang membantu kita untuk tidak menempatkan harapan kita di dalam jaminan duniawi, melainkan sepenuhnya bersandar kepada Dia di dalam iman sehingga kita layak menerima kemuliaan yang telah Dia persiapkan kepada kita – yaitu mahkota kehidupan yang kekal?

SELESAI

Leave a comment